Rabu, 20 Juni 2018

Sungkem Telompak

                           Sungkem Telompak


Kirab warga menuju mata air Telompak
masyarakat dusun Gejayan desa Banyusidi  Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang, petilasan pertapaan Telompak merupakan pepundhen yang sampai kini masih dilestarikan. Konon, tempat yang terletak di sebuah lembah sungai lereng barat Gunung Merbabu ini pada masa lalu sebagai tempat pertapaan Kyai Singobarong yang berasal dari Kerajaan Kediri. 

Ketika bertapa di sini dia didampingi Rara Geni, garwa selir Prabu Brawijaya V, raja Kerajaan Majapahit. Siapa sebenarnya nama asli Kyai Singobarong, sampai sekarang warga dusun tak ada yang tahu. Dan mengapa dia mengembara sampai di daerah ini. Yang jelas suku ras dan golongan bukanlah orang sembarangan, tetapi seorang trah keturunan ningrat dan tokoh punggawa dari Kerajaan Kediri.

Tradisi Lebaran warga dusun Gejayan, diselenggarakan setiap tanggal 5 Syawal dengan menggelar acara ritual tradisional “Sungkem Telompak”. Menurut perhitungan kalender jawa,

Prosesi ritual diawali dari halaman padepokan ‘Pendawa Lima’ menuju ke petilasan Pertapaan Telompak sejauh lebih kurang satu kilometer. Prosesi ini mengusung tumpeng sesaji diikuti ‘arak-arakan’ kelompok kesenian dan segenap warga dusun. Mereka berjalan menuruni lembah lewat jalan setapak
Jalan setapak mata air telompak


petilasan pertapaan Telompak dipercaya sebagai ‘Keraton Lelembut’ dan menjadi tempat mujarab untuk memohon berkah dan berbagai permohonan. Misalnya, permohonan agar anaknya pandai dalam bersekolah atau menjadi anak sholeh, agar lancar dalam mencari rejeki, atau pun agar selalu mendapat kebahagiaan, kemuliaan, kesehatan dan sebagainya. Konon, permohonan mereka banyak yang terkabul. Namun, tempat ini bukanlah tempat untuk mencari kekayaan.
Mata air Telompak

Petilasan pertapaan Telompak berada di dasar jurang pinggiran dusun Gejayan. Pada masa lalu, di sini ada tujuh buah ‘sendhang’. Air dari mataair Telompak ini dipercaya warga setempat sebagai ‘air barokah’. Sehingga banyak orang yang mengambilnya untuk berbagai keperluan. Karena perubahan lingkungan alam di sekitarnya akibat semakin berkurangnya kawasan hutan di lereng gunung Merbabu, kini sendang-sendang itu telah tiada dan tinggal mataair-mataair yang debietnya sangat kecil. Meski pun demikian pada musim kemarau air masih mengalir di sela-sela bebatuan yang dialirkan dengan pipa dimasukkan ke gentong/padasan.

Menurut Sujak tokoh warga dusun Keditan, sekitar tahun 1933 di desanya "Keditan" terjadi bencana paceklik karena terjadi musim kemarau panjang. Usaha pertanian banyak yang gagal, perdagangan juga lesu. Sehingga rakyat kehidupannya sangat menderita. Untuk mengatasi masalah tersebut sesepuh dusun dan warganya kemudian berziarah ke petilasan pertapaan Telompak. Sesepuh dusun Keditan berdoa di sini dengan memanjatkan permohonan kepada Kyai Singobarong, pepundhen dan cikal bakal dusun Gejayan.

Allah SWT mengabulkan permohonannya itu. Rakyat dusun Keditan berhasil bangkit dari keterpurukan akibat paceklik panjang. Mereka dalam bertani mengolah tegalan hasilnya melimpah,  dan yang berusaha dagang dapat laris dengan keuntungan yang memadai. Sehingga sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada leluhur dan pepundhen dusun Gejayan, setiap tahun warga dusun Keditan melaksanakan ritual ‘sungkem’ ke petilasan pertapaan Telompak yang kini lebih dikenal sebagai acara “Sungkem Telompak”. Acara ritual tradisional ini merupakan ‘bekti’ warga dusun kepada leluhur yang dulu menghuni tempat ini. Ritual tradisional ini kini menjadi tradisi dan merupakan budaya spiritual yang dilakukan warga sejak puluhan tahun yang lalu.

Acara ini juga diikuti kelompok kesenian rakyat tari prajuritan “Jayadijaya” dusun Keditan. Mereka diketuai Bapak Sujak, seorang tokoh masyarakat yang telah memimpin ritual ini sejak tahun 1950-an. Dalam ritual ini mereka mengharapkan agar segala kesalahannya dimaafkan, mohon kekuatan, keteguhan, keselamatan, karahayon, dan terhindar dari segala godaan serta diberi kelancaran dalam mencari rejeki, berhasil dalam bertani dan lancar dalam berjualan. Disamping itu mereka juga ‘ngalap berkah’ dari para leluhur pepundhen Telompak, seperti Kyai Singobarong dan cikal bakal dusun Gejayan,  Kyai Jayadipa atau Kyai Jaya.

acara ritual tradisional ini bernuansa “sinkretis”, laku spiritualnya merupakan perpaduan dari berbagai agama dan kepercayaan. Dalam acara ini doa dipanjatkan dengan doa secara agama Islam, tetapi juga menyediakan sesaji selaras dengan kepercayaan Kejawen dan agama Hindu, namun juga tidak lupa membakar dupa seperti yang lazim dilakukan umat Budha dalam berdoa. Sehingga nuansa ritual ibadah dan laku budaya sangat terasa dalam “Sungkem Telompak” .

TRADISI NYADRAN DI LERENG MERBABU

Makam cikal Bakal Ky Onggo joyo dan Ny joyo puso Kamis 25 April 2019 kurang lebih pukul 07.00 wib,warga Gejayan Banyusidi Pakis Magelan...